Selasa, 14 Oktober 2014

Kearifan Lokal Kampung Kuta, Suku Sunda



Kearifan lokal adalah sumber pengetahuan yang diselenggarakan dinamis, berkembang dan diteruskan oleh populasitertentu yang terintegrasi dengan pemahaman mereka terhadap alam dan budayasekitarnya.
Salah satu masyarakat adat yang mengelola sumber daya air sebagai kearifan lokal, diteliti oleh Aulia et al (2010) adalah masyarakat Kampung Kuta, Suku Sunda Jawa Barat. Sumber daya air yang terdapat di Kampung Kuta digunakan dalam dua fungsi yaitu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan untuk ritual adat.
Air diperlukan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti untuk minum, masak, MCK (mandi, cuci, kakus), mengairi sawah, kolam ikan, dan memenuhi kebutuhan hewan ternak diambil dari sumber air bersih yang  berasal dari empat mata air, yaitu Cibungur, Ciasihan, Cinangka dan Cipanyipuhan. Masyarakat hanya memanfaatkan sumber mata air ini untuk semua kebutuhan hidup sehari-hari dan dilarang untuk menggali sumur sendiri. Pelarangan penggalian sumur ini untuk menjaga kondisi air bawah tanah agar selalu baik, bersih dan untuk menjaga tanah yang kondisinya sangat labil. Pelanggaran pembuatan sumur ini merupakan salah satu budaya pamali yang sangat ditekankan di Kampung Kuta. Untuk mengalirkan air dari mata air ke tempat pemandian umum, menggunakan selang plastik/paralon dan bambu ke tempat penampungan atau  pemandian umum. Pemandian umum dan jamban terletak di atas kolam ikan sehingga rantai kehidupan berjalan baik. Pemasangan selang/paralon harus dilakukan dari hulu ke hilir sehingga air dapat mengalir dengan baik. Berdasarkan  pernyataan Bapak Karmin diatas, tahap pemasangan selang/paralon yaitu:
1.      Melakukan penggalian tanah sekitar lima puluh sentimeter.
2.      Memasukkan selang/paralon pada galian tersebut.
3.      Menimbun selang/paralon tersebut menggunakan batu atau ijuk. Batu atau ijuk digunakan agar selang tertahan dan tidak keluar dari galian tersebut.
4.      Untuk mengalirkan air, selang/paralon yang digunakan sekitar lima sampai sepuluh lente (satu lente sama dengan empat meter).
Fenomena mengenai introduksi penggunaan teknologi di masyarakat Kampung Kuta terdapat empat orang yang sudah menggunakan jet pump (Sanyo) untuk menarik air. Mata air yang ditarik menggunakan Sanyo adalah mata air Cibungur, salah satunya dimanfaatkan oleh Bapak Karmin (Ketua Adat) untuk menarik air ke samping rumahnya dan pemandian umum untuk tamu di dekat Pasanggrahan. Mayoritas masyarakat Kampung Kuta lebih memilih untuk memanfaatkan air yang ada di pemandian umum. Hal ini dikarenakan masyarakat sekitar sudah terbiasa untuk pergi ke pemandian umum meskipun letaknya jauh dari rumah.
Sumber daya air yang dimanfaatkan untuk kebutuhan ritual nyipuh adalah sumber air yang berada di dalam Hutan Keramat. Seseorang yang melakukan nyipuh akan membasuh diri (berwudhu) di kawah/telaga dan Ciasihan yang terdapat di dalam Hutan Keramat. Selain digunakan untuk membasuh diri, air dari kawah dan Ciasihan boleh dibawa pulang dengan dimasukkan ke dalam botol. Botol yang dibawa diisi air setengah dari kawah dan setengahnya lagi untuk dipenuhi dengan air Ciasihan yang terlewati ketika pulang. Apabila ada air yang tertelan, tidak boleh diludahkan. Harus terus diminum. Sumberdaya air yang terdapat di dalam Hutan Keramat hanya digunakan untuk keperluan ritual nyipuh yang ditemani oleh kuncen. Pengelolaan Hutan Keramat merupakan bagian dari  budaya pamali yang memiliki norma-norma dan merupakan suatu bentuk konservasi hutan yang dilakukan hingga saat ini oleh masyarakat Kampung Kuta. Pengelolaan hutan erat kaitannya dengan pengelolaan sumber daya air yang ada di dalamnya. Sumber daya air yang ada di dalam Hutan Keramat tidak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sehari-hari. Hal ini disebabkan adanya  pelarangan dalam memanfaatkan sumber daya yang ada di dalam Hutan Keramat demi kelestarian Hutan Keramat. Adanya Budaya pamali dalam pengelolaan Hutan Keramat yang terbukti menjaga kelestarian ekosistem di dalamnya maka, sumber daya air yang ada di dalamnya pun terjaga dengan baik.
Kearifan lokal yang berupa budaya Pamali berhasil menjaga kelestarian hutan dan sumber daya air di Kampung Kuta. Kearifan lokal ini merupakan suatu  bentuk aplikasi konservasi hutan dan air. Masyarakat secara sadar melakukan  pengelolaan hutan dan air dengan berlandaskan budaya pamali yang telah dilakukan secara turun-temurun. Keberhasilan Kampung Kuta dalam Melestarikan Budaya Pamali, antara lain melestarikan rumah adat dusun Kuta, melestarikan hutan lindung (Hutan Keramat) dan satwa yang ada di dalamnya, melestarikan sumber-sumber mata air melalui penanaman/pemeliharaan tanaman tahunan sekitar mata air, melestarikan kesenian setempat seperti Ronggeng Tayub, Terbang, dan Gondang Buhun dan melestarikan upacara adat setempat yaitu  Nyuguh, Hajat Bumi, dan Babarit.

Sumber : Syampadzi Nurroh. (2014) Kearifan Lokal Masyarakat Suku Sunda Dalam Pengelolaan Lingkungan yang Berkelanjutan. Tersedia : http://www.academia.edu/7427562/Kearifan_Lokal_Huma-Talun_Masyarakat_Adat_Suku_Sunda_ 14 Oktober 2014 Jam 14.14

15 komentar:

  1. bagus :) syukron ilmu barunya

    BalasHapus
  2. bagus isinya...isi dalam kearifanya juga bagus kok..

    BalasHapus
  3. bagaimana dengan di daerah lain?.. misalnya di NTB?..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Untuk daerah lain bisa dilakukan dengan mencari sumber air atau mata air di daerah NTB dan menyalurkanya kependuduk seperti yang ada di post di atas.

      Hapus
  4. kalau pengaplikasian dalam wilayah yang perbukitan gimana ??

    BalasHapus
    Balasan
    1. Diwilayah perbukitan bisa dilakukan dengan mengambil air dari sumbernya dan dibawa keatas untuk ditampung dengan alat penampung...

      Hapus
  5. la bagai mana jika musim kemarau..apakah masyarakat harus berbondong,dan berebut mendapatkan air..dalam satu atau dua tempat?jika tidak boleh menggali sumur sendiri

    BalasHapus
    Balasan
    1. Untuk musim kemarau pada daerah tersebut belom pernah mengalami kemarau abang didik

      Hapus