Kearifan
lokal adalah sumber pengetahuan yang diselenggarakan dinamis, berkembang dan
diteruskan oleh populasitertentu yang terintegrasi dengan pemahaman mereka
terhadap alam dan budayasekitarnya.
Salah
satu masyarakat adat yang mengelola sumber daya air sebagai kearifan lokal,
diteliti oleh Aulia et al (2010) adalah masyarakat Kampung Kuta, Suku Sunda
Jawa Barat. Sumber daya air yang terdapat di Kampung Kuta digunakan dalam dua
fungsi yaitu untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan untuk ritual adat.
Air
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti untuk minum, masak, MCK
(mandi, cuci, kakus), mengairi sawah, kolam ikan, dan memenuhi kebutuhan hewan
ternak diambil dari sumber air bersih yang
berasal dari empat mata air, yaitu Cibungur, Ciasihan, Cinangka dan
Cipanyipuhan. Masyarakat hanya memanfaatkan sumber mata air ini untuk semua
kebutuhan hidup sehari-hari dan dilarang untuk menggali sumur sendiri.
Pelarangan penggalian sumur ini untuk menjaga kondisi air bawah tanah agar selalu
baik, bersih dan untuk menjaga tanah yang kondisinya sangat labil. Pelanggaran
pembuatan sumur ini merupakan salah satu budaya pamali yang sangat ditekankan
di Kampung Kuta. Untuk mengalirkan air dari mata air ke tempat pemandian umum,
menggunakan selang plastik/paralon dan bambu ke tempat penampungan atau pemandian umum. Pemandian umum dan jamban
terletak di atas kolam ikan sehingga rantai kehidupan berjalan baik. Pemasangan
selang/paralon harus dilakukan dari hulu ke hilir sehingga air dapat mengalir
dengan baik. Berdasarkan pernyataan
Bapak Karmin diatas, tahap pemasangan selang/paralon yaitu:
1.
Melakukan penggalian tanah sekitar lima
puluh sentimeter.
2.
Memasukkan selang/paralon pada galian
tersebut.
3.
Menimbun selang/paralon tersebut
menggunakan batu atau ijuk. Batu atau ijuk digunakan agar selang tertahan dan
tidak keluar dari galian tersebut.
4.
Untuk mengalirkan air, selang/paralon
yang digunakan sekitar lima sampai sepuluh lente (satu lente sama dengan empat
meter).
Fenomena
mengenai introduksi penggunaan teknologi di masyarakat Kampung Kuta terdapat
empat orang yang sudah menggunakan jet pump (Sanyo) untuk menarik air. Mata air
yang ditarik menggunakan Sanyo adalah mata air Cibungur, salah satunya
dimanfaatkan oleh Bapak Karmin (Ketua Adat) untuk menarik air ke samping
rumahnya dan pemandian umum untuk tamu di dekat Pasanggrahan. Mayoritas
masyarakat Kampung Kuta lebih memilih untuk memanfaatkan air yang ada di
pemandian umum. Hal ini dikarenakan masyarakat sekitar sudah terbiasa untuk
pergi ke pemandian umum meskipun letaknya jauh dari rumah.
Sumber
daya air yang dimanfaatkan untuk kebutuhan ritual nyipuh adalah sumber air yang
berada di dalam Hutan Keramat. Seseorang yang melakukan nyipuh akan membasuh
diri (berwudhu) di kawah/telaga dan Ciasihan yang terdapat di dalam Hutan
Keramat. Selain digunakan untuk membasuh diri, air dari kawah dan Ciasihan
boleh dibawa pulang dengan dimasukkan ke dalam botol. Botol yang dibawa diisi
air setengah dari kawah dan setengahnya lagi untuk dipenuhi dengan air Ciasihan
yang terlewati ketika pulang. Apabila ada air yang tertelan, tidak boleh
diludahkan. Harus terus diminum. Sumberdaya air yang terdapat di dalam Hutan
Keramat hanya digunakan untuk keperluan ritual nyipuh yang ditemani oleh
kuncen. Pengelolaan Hutan Keramat merupakan bagian dari budaya pamali yang memiliki norma-norma dan
merupakan suatu bentuk konservasi hutan yang dilakukan hingga saat ini oleh
masyarakat Kampung Kuta. Pengelolaan hutan erat kaitannya dengan pengelolaan
sumber daya air yang ada di dalamnya. Sumber daya air yang ada di dalam Hutan
Keramat tidak dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sehari-hari. Hal
ini disebabkan adanya pelarangan dalam
memanfaatkan sumber daya yang ada di dalam Hutan Keramat demi kelestarian Hutan
Keramat. Adanya Budaya pamali dalam pengelolaan Hutan Keramat yang terbukti
menjaga kelestarian ekosistem di dalamnya maka, sumber daya air yang ada di
dalamnya pun terjaga dengan baik.
Kearifan
lokal yang berupa budaya Pamali berhasil menjaga kelestarian hutan dan sumber
daya air di Kampung Kuta. Kearifan lokal ini merupakan suatu bentuk aplikasi konservasi hutan dan air.
Masyarakat secara sadar melakukan
pengelolaan hutan dan air dengan berlandaskan budaya pamali yang telah
dilakukan secara turun-temurun. Keberhasilan Kampung Kuta dalam Melestarikan
Budaya Pamali, antara lain melestarikan rumah adat dusun Kuta, melestarikan
hutan lindung (Hutan Keramat) dan satwa yang ada di dalamnya, melestarikan
sumber-sumber mata air melalui penanaman/pemeliharaan tanaman tahunan sekitar
mata air, melestarikan kesenian setempat seperti Ronggeng Tayub, Terbang, dan
Gondang Buhun dan melestarikan upacara adat setempat yaitu Nyuguh, Hajat Bumi, dan Babarit.
Sumber : Syampadzi
Nurroh. (2014) Kearifan Lokal Masyarakat Suku Sunda Dalam Pengelolaan
Lingkungan yang Berkelanjutan. Tersedia : http://www.academia.edu/7427562/Kearifan_Lokal_Huma-Talun_Masyarakat_Adat_Suku_Sunda_
14 Oktober 2014 Jam 14.14
nice blog min.
BalasHapusblog lo oke gan
BalasHapusbagus :) syukron ilmu barunya
BalasHapussingkat padat jelas, awesome
BalasHapusTerimakasih sodara-sodara...
BalasHapusbagus isinya...isi dalam kearifanya juga bagus kok..
BalasHapusterimakasih abang
Hapusbagaimana dengan di daerah lain?.. misalnya di NTB?..
BalasHapusUntuk daerah lain bisa dilakukan dengan mencari sumber air atau mata air di daerah NTB dan menyalurkanya kependuduk seperti yang ada di post di atas.
Hapusomoshiroi bi, postingannya
BalasHapusTerimakasih aris :)
Hapuskalau pengaplikasian dalam wilayah yang perbukitan gimana ??
BalasHapusDiwilayah perbukitan bisa dilakukan dengan mengambil air dari sumbernya dan dibawa keatas untuk ditampung dengan alat penampung...
Hapusla bagai mana jika musim kemarau..apakah masyarakat harus berbondong,dan berebut mendapatkan air..dalam satu atau dua tempat?jika tidak boleh menggali sumur sendiri
BalasHapusUntuk musim kemarau pada daerah tersebut belom pernah mengalami kemarau abang didik
Hapus